Abdullah bin Umar termasuk seorang sahabat yang memiliki keistimewaan
dalam ilmu dan amal. Sejak masih kecil, ia sudah masuk Islam bersama
Ayahnya, Umar bin Khattab. Ia termasuk anak cerdas dan hebat yang
menjadi kesayangan orang tuanya. Ayahnya benar-benar mendidik
kedisiplinan dan ketaatan kepada agamanya. Apalagi lingkungan keluarga
dan masyarakat sekitar sangat mendukungnya dalam hal-hal keislaman. Ia
ikut hijrah (pindah) ke Kota Madinah bersama Ayahnya ketika usianya baru
menginjak sepuluh tahun.
Ketika itu, Kota Madinah sedang memainkan peranan yang sangat
menonjol sebagai pusat pemikiran dan intelektual Islam setelah masa
Rasulullah SAW. Abdullah bin Umar mendengar, mencatat dan
mempertimbangkan dengan sangat kritis semua cerita dan anekdot tentang
Rasulullah yang dituturkan penduduk Madinah. Oleh karena itu, ia bersama
sahabat Abdullah bin Abbas menjadi perintis paling awal yang membuka
bidang kajian baru, yaitu hadis (tradisi) Rasulullah, disamping
menghafal Al-Quran secara sempurna.
Abdullah bin Umar sering bergaul dan selalu dekat dengan Rasulullah.
Kecintaannya kepada Rasulullah sangat mengagumkan. Kemana pun Rasulullah
pergi, ia sering turut menyertainya. Ia memang tercatat masih ipar
Rasulullah, karena saudari kandungnya yang bernama Hafsah binti Umar
menjadi istri Rasulullah. Ia senantiasa berusaha mencontoh sifat,
kebiasaan harian dan meniru segala gerak-gerik Rasulullah, seperti cara
memakai pakaian, makan, minum, bergaul, dan hal lainnya. Atas dasar
inilah, ia disegani dan dihormati banyak orang. Bahkan, ia pernah
menjadi guru yang mengajari murid-muridnya yang datang dari berbagai
tempat, meski tidak lama.
Keistimewaan Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar adalah pemuda teladan yang tekun beribadah dan
senang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Apabila sedang membaca
Al-Quran atau ketika shalat, dia tak sadarkan diri sampai menangis.
Sebelum tidur, ia membentangkan sajadah untuk mengerjakan shalat.
Setelah selesai, sajadah itu dibiarkan tetap terbentang di dekat tempat
tidurnya. Sejenak ia tidur, lalu bangun lagi untuk mengambil air wudhu
dan shalat malam. Hampir setiap malamnya tidak kurang dari empat atau
lima rakaat. Begitu rutinitas setiap malam hingga waktu istirahatnya
berkurang. Ia selalu memohon ampun kepada Allah. Semua itu dikarenakan
rasa takwa dan takutnya kepada Allah.
Keistimewaan lain yang melekat pada diri Abdullah bin Umar ialah
keluasan ilmu, kerendahan hati, kebulatan tekad dan ketegasan pendirian,
kedermawanan, serta keteguhannya pada contoh yang telah diberikan
Rasulullah. Kepribadiannya yang sungguh mengagumkan nyaris tanpa cela
sedikit pun. Orang-orang yang semasa dengan Abdullah bin Umar umumnya
mengatakan: “Tak seorang pun di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang
lebih berhati-hati agar tidak terselip atau terkurangi sehuruf pun
dalam menyampaikan hadis Rasulullah sebagaimana halnya Abdullah bin
Umar.”
Ada lagi kehebatan Abdullah bin Umar. Dikisahkan dalam satu
perjalanan, ia di tengah jalan tiba-tiba dihadang seekor singa besar dan
galak. Singa itu mengaum berkali-kali, seperti hendak memangsanya.
Suaranya menggelegar, membuat bulu kuduk merinding. Abdullah bin Umar
menghentikan untanya, lalu turun menghampirinya. Mendadak singa itu diam
saja dan menjadi penurut. Kedua telinganya kemudian digosok-gosok
secara perlahan oleh Abdullah bin Umar.
Selang beberapa menit, singa itu mengibaskan ekornya, lantas pergi
meninggalkan Abdullah bin Umar. Seseorang yang mengetahui peristiwa itu
merasa takjub. Ia segera mendekat, lalu bertanya kepadanya, ”Bagaimana
caranya agar singa itu tidak menerkam Anda?”. Abdullah bin Umar
menjawab, dirinya pemah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Jika manusia
hanya takut kepada Allah SWT, maka tidak ada hal lain yang bisa
menguasainya.” Orang itu langsung menganggukkan kepalanya, sementara
Abdullah bin Umar melanjutkan perjalanannya.
Kemurahan Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar termasuk orang yang hidup makmur, kaya raya dan
berpenghasilan banyak. Ia pedagang dan saudagar yang jujur dan berhasil
dalam sebagian besar kehidupannya. Di samping itu, gajinya dari Baitul
maal (kas negara) tidak sedikit pula. Tetapi, tunjangan itu tidak satu
dirham pun disimpannya, melainkan dibagi-bagi sebanyak-banyaknya kepada
fakir miskin dan anak yatim. Ia banyak memberi kepada orang lain karena
ia dikenal sangat pemurah. Bahkan, ia tidak peduli apakah kemurahannya
itu akan menyebabkannya miskin atau kelaparan. Ia memang zahid, yakni
orang yang tidak berminat terhadap pesona dunia.
Seseorang bernama Ayub bin Ma’il Ar Rasibi pernah menceritakan salah
satu contoh kedermawanan Abdullah bin Umar. Pada suatu hari, Abdullah
bin Umar menerima uang sebanyak 4.000 dirham dan sehelai baju dingin.
Hari berikutnya, Ayub bin Ma’il melihatnya di pasar sedang membeli
makanan untuk hewan tunggangannya secara berhutang. Maka, Ayub bin Ma’il
pergi menemui keluarga Abdullah bin Umar.
“Bukankah kemarin Abdullah bin Umar menerima kiriman 4.000 dirham dan sehelai baju dingin?” tanya Ayub bin Ma’il.
“Benar,” jawab salah seorang dari keluarga Abdullah bin Umar.
“Saya lihat ia tadi di pasar membeli makanan untuk hewan
tunggangannya dan tidak punya uang untuk membayarnya,” kata Ayub bin
Ma’il.
“Tidak sampai malam hari, uang itu telah habis dibagi-bagikannya.
Mengenai baju dingin, mula-mula dipakainya, lalu ia pergi keluar. Saat
ia kembali, baju itu tidak kelihatan lagi. Ketika kami tanyakan,
jawabnya bahwa baju itu telah diberikannya kepada seorang miskin,” tutur
keluarganya.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Ayub bin Ma’il pamitan pulang.
Dalam perjalanan, Ayub bin Ma’il berkata dalam hati, sungguh
kedermawanan Abdullah bin Umar bukanlah sebagai alat untuk mencari nama,
popularitas atau memperoleh penghormatan dari manusia. Semua niatan itu
berasal dari dalam hatinya yang tulus dan semata karena Allah SWT.
Pemberiannya pun hanya ditujukan kepada fakir miskin, anak yatim dan
orang yang benar-benar membutuhkan. Ayub bin Ma’il menambahkan, jarang
sekali ia makan seorang diri, karena pasti disertai anak-anak yatim dan
kaum fakir miskin.
Satu waktu, Khalifah Utsman bin Affan pernah menawari Abdullah bin
Umar untuk menjabat sebagai hakim. Tetapi ia tidak mau menerimanya. Ia
lebih memilih menjadi warga biasa. Memasuki masa tua, Abdullah bin Umar
mendapat cobaan dari Allah SWT, yakni kehilangan pengelihatannya.
Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis –sejumlah 2.630 hadis
setelah Abu Hurairah—ini kemudian wafat pada tahun 72 hijriyah dalam
usia 84 tahun. Ia merupakan salah satu sahabat Rasulullah yang paling
akhir yang meninggal di Kota Mekkah.***
http://komunitasamam.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar